Jamsostek--> BPJS Ketenagakerjaan
PT Jamsostek (Persero) secara resmi telah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. Apa yang selanjutnya akan dilakukan eks Jamsostek ini?
Tugas BPJS Ketenagakerjaan mirip ketika menjadi perusahaan perseroan (Jamsostek). Namun eks Jamsostek ini memperluas target kepesertaan BPJS dari hanya pekerja formal ditambah pekerja informal dan profesi.
Selain itu secara kelembagaan, BPJS Ketenagakerjaan berubah dari perseroan menjadi Badan Hukum Publik layaknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Badan Hukum Publik ini bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI.
"Tentu jadi BPJS Ketenagakerjaan ada perbedaan dengan Jamsostek. Saat jadi Jamsostek target kepersertaan hanya tenaga kerja formal. Jadi BPJS, target itu menjadi pekerja formal, informal dan profesi.
Menurut
Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh, pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang
dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dibiayakan. Artinya, penghasilan yang diterima
oleh WPOP (termasuk penghasilan yang disisihkan untuk membayar premi asuransi)
harus dikenakan PPh OP. Sebaliknya, jika kita menerima manfaat dari perusahaan
asuransi kesehatan maka bukan
termasuk penghasilan. Pasal 4
ayat (3) huruf e UU PPh mengatakan bahwa pembayaran dari perusahaan asuransi kepada
orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa dikecualikan dari objek pajak. Seolah-olah kita mengatakan
bahwa atas penghasilan yang kita terima dan disisihkan ke perusahaan asuransi
sudah dikenakan pajak sebelum diberikan ke perusahaan asuransi sehingga saat
kembali dari perusahaan asuransi (diterima manfaat asuransi) maka tidak boleh
dikenakan pajak lagi.
Jika premi asuransi tersebut
merupakan beban majikan atau dibayar oleh pemberi kerja maka premi asuransi
tersebut menjadi penghasilan bagi pegawai. Di Lampiran PER-31/PJ/2009 lebih
jelas diatur:
Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek:
** Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
** Premi Jaminan Kematian (JK), dan
** Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehataan (JPK)
yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi
pegawai.
Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi:
** premi asuransi kesehatan,
** asuransi kecelakaan kerja,
** asuransi jiwa,
** asuransi dwiguna, dan
** asuransi bea siswa
yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada
perusahaan asuransi lainnya.
Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan
dengan penghasilan bruto yang
dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
Menurut Pasal 20 UU No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek:
(1) Iuran Jaminan
Kecelakaan Kerja, Iuran Jaminan Kematian, dan Iuran Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan ditanggung oleh pengusaha.
(2) Iuran Jaminan Hari Tua ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Pasal
9 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 mengatur lebih lanjut besaran
iuran sosial ini
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) ditanggung pengusaha:
- Kelompok I : 0,24%dari upah sebulan
- Kelompok II : 0,54% dari upah sebulan
- Kelompok III : 0,89% dari upah sebulan
- Kelompok IV : 1,27% dari
upah sebulan
- Kelompok V : 1,74% dari upah sebulan
1.
2. Jaminan Hari Tua
- sebesar 3,7% dari upah sebulan ditanggung
pengusaha
- Sebesar 2% dari upah sebulan ditanggung tenaga
kerja
1.
2.
3. Jaminan Kematian (JK), sebesar 0,30 % dari upah sebulan
ditanggung pengusaha
1.
2.
3.
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ditanggung pengusaha:
- ·
sebesar 6 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja
yang sudah berkeluarga
- ·
3 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang
belum berkeluarga
Walaupun namanya iuran, karena menurut Pasal 3
UU No. 3 Tahun 1992 bahwa program jaminan sosial tenaga kerja pengelolaannya
dapat dilakukan dengan mekanisme asuransi. Karena itu PT Jamsostek sebagai
badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja bisa disebut perusahaan
asuransi. Sehingga istilah "iuran" diatas bisa juga disebut
"premi".
Berdasarkan ketentuan diatas maka, atas premi
yang dibayarkan kepada PT Jamsostek yang merupakan tanggung jawab pengusaha
(pemberi kerja) merupakan penghasilan bagi pegawai. Sebaliknya, bagi pengusaha
yang membayarkan akan menjadi biaya. Khusus iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2%
dari upah sebulan merupakan tanggungan tenaga kerja (pegawai) dan dapat
dibiayakan (mengurangi penghasilan bruto). Halaman 1 Lampiran PER-31/PJ/2009
diantaranya menyebutkan:
jumlah
penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan
bruto sebulan dengan
- biaya jabatan, serta
- iuran pensiun,
- Iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau
- Tunjangan Hari Tua
yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada
Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan
Penyelenggara Program Jamsostek.
Berapa sebenarnya yang ditanggung pengusaha
(pemberi kerja)?
Kalau lihat persentase diatas maka kita bisa
menjumlahkan total persentase dari upah sebulan.
- Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
sebesar 1,74% (kelompok V)
- Iuran Jaminan Hari Tua, sebesar 3,7%
- Premi Jaminan Kematian (JK) sebesar
0,3%
- Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JPK) sebesar 6% (sudah berkeluarga)
Total yang ditanggung pengusaha 11,74% dari upah sebulan.
Karena premi yang dibayar oleh pemberi kerja
merupakan penghasilan, maka atas premi ini tentu wajib dipotong PPh Pasal 21
oleh pemberi kerja. Artinya persentasenya akan berkurang sebesar 11,74%
dikurangi PPh Pasal 21. Padahal jumlah yang harus diterima oleh PT Jamsostek
tidak boleh berkurang dari 11,74%. Bagaimana solusinya? PPh Pasal 21 ditanggung pemberi kerja
dengan metode gross-up. PPh Pasal 21 yang ditanggung
tersebut harusnya termasuk PPh Pasal 21 atas premi Jamsostek yang ditanggung
oleh pengusaha.
Note :
- Untuk jaminan yang berkaitan dengan pensiun (iuran pensiun, JHT, dsj) dikeluarkan dari penghasilan bruto, karena pemotongan PPh 21 nya nanti pas diberikan dalam bentuk uang pensiun. (tetap bisa dibiayakan oleh perusahaan)
- Untuk jaminan selain dari itu, masuk ke penghasilan bruto pegawai (supaya bisa dibiayakan oleh perusahaan).