Thursday 11 September 2014

Akuntansi,Siklus, dan Persamaan Akuntansi

Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan, sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.




Akuntansi berasal dari kata asing accounting yang artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia adalah menghitung atau mempertanggungjawabkan. Akuntansi digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia untuk mengambil keputusan sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.





Persamaan akuntansi adalah persamaan untuk menggambarkan hubungan antara elemen-elemen dalam laporan keuangan. Elemen-elemen laporan keuangan yang utama ada 5, yaitu aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan, dan beban. Ketiga elemen laporan keuangan yang pertama (aset, kewajiban ekuitas) berada di laporan laporan posisi keuangan (dulu dikenal dengan nama "neraca"). Kedua elemen berikutnya (pendapatan dan beban) berada di laporan laba rugi (dulu dikenal dengan nama "laporan rugi laba").

Pengakuan transaksi lebih mudah dilakukan apabila pengguna memahami persamaan akuntansi.Persamaan akuntansi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu persamaan akuntansi dasar dan persamaan akuntansi ekstensi. 



  • Persamaan akuntansi dasar sangat sederhana, yaitu "Aset = Liabilitas + Ekuitas". Sementara itu, persamaan akuntansi ekstensi ada 2, yaitu persamaan akuntansi perspektif sejarah dan perspektif IFRS. 
  • Persamaan akuntansi ekstensi perspektif sejarah adalah "Aset + Beban = Liabilitas + Ekuitas + Penghasilan". Persamaan akuntansi ekstensi perspektif IFRS adalah "Aset = Liabilitas + Ekuitas + (Penghasilan - Beban)".

Jamsostek--> BPJS Ketenagakerjaan

PT Jamsostek (Persero) secara resmi telah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. Apa yang selanjutnya akan dilakukan eks Jamsostek ini?

Tugas BPJS Ketenagakerjaan mirip ketika menjadi perusahaan perseroan (Jamsostek). Namun eks Jamsostek ini memperluas target kepesertaan BPJS dari hanya pekerja formal ditambah pekerja informal dan profesi.

Selain itu secara kelembagaan, BPJS Ketenagakerjaan berubah dari perseroan menjadi Badan Hukum Publik layaknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Badan Hukum Publik ini bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. 

"Tentu jadi BPJS Ketenagakerjaan ada perbedaan dengan Jamsostek. Saat jadi Jamsostek target kepersertaan hanya tenaga kerja formal. Jadi BPJS, target itu menjadi pekerja formal, informal dan profesi.


Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh, pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dibiayakan. Artinya, penghasilan yang diterima oleh WPOP (termasuk penghasilan yang disisihkan untuk membayar premi asuransi) harus dikenakan PPh OP. Sebaliknya, jika kita menerima manfaat dari perusahaan asuransi kesehatan maka bukan termasuk penghasilan. Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh mengatakan bahwa pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa dikecualikan dari objek pajak. Seolah-olah kita mengatakan bahwa atas penghasilan yang kita terima dan disisihkan ke perusahaan asuransi sudah dikenakan pajak sebelum diberikan ke perusahaan asuransi sehingga saat kembali dari perusahaan asuransi (diterima manfaat asuransi) maka tidak boleh dikenakan pajak lagi.

Jika premi asuransi tersebut merupakan beban majikan atau dibayar oleh pemberi kerja maka premi asuransi tersebut menjadi penghasilan bagi pegawai. Di Lampiran PER-31/PJ/2009 lebih jelas diatur: 
Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek:
 
** Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
** Premi Jaminan Kematian (JK), dan
** Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehataan (JPK)
yang dibayar oleh pemberi kerja
 merupakan penghasilan bagi pegawai.
Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi:
** premi asuransi kesehatan,
** asuransi kecelakaan kerja,
** asuransi jiwa,
** asuransi dwiguna, dan
** asuransi bea siswa
yang dibayarkan oleh pemberi kerja
 untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya.
Dalam menghitung PPh Pasal 21,
 premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.


Menurut Pasal 20 UU No.
 3 tahun 1992 tentang Jamsostek:

(1) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Iuran Jaminan Kematian, dan Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung oleh pengusaha.
(2) Iuran Jaminan Hari Tua ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja.

Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 mengatur lebih lanjut besaran iuran sosial ini

1.    Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) ditanggung pengusaha:
  • Kelompok I : 0,24%dari upah sebulan
  • Kelompok II : 0,54% dari upah sebulan
  • Kelompok III : 0,89% dari upah sebulan
  • Kelompok IV : 1,27% dari upah sebulan
  •  Kelompok V : 1,74% dari upah sebulan

2.    Jaminan Hari Tua
  • sebesar 3,7% dari upah sebulan ditanggung pengusaha
  • Sebesar 2% dari upah sebulan ditanggung tenaga kerja

3.    Jaminan Kematian (JK), sebesar 0,30 % dari upah sebulan ditanggung pengusaha
4.    Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ditanggung pengusaha:
  • ·         sebesar 6 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga
  • ·         3 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga



Walaupun namanya iuran, karena menurut Pasal 3 UU No. 3 Tahun 1992 bahwa program jaminan sosial tenaga kerja pengelolaannya dapat dilakukan dengan mekanisme asuransi. Karena itu PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja bisa disebut perusahaan asuransi. Sehingga istilah "iuran" diatas bisa juga disebut "premi".


Berdasarkan ketentuan diatas maka, atas premi yang dibayarkan kepada PT Jamsostek yang merupakan tanggung jawab pengusaha (pemberi kerja) merupakan
 penghasilan bagi pegawai. Sebaliknya, bagi pengusaha yang membayarkan akan menjadi biaya. Khusus iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari upah sebulan merupakan tanggungan tenaga kerja (pegawai) dan dapat dibiayakan (mengurangi penghasilan bruto). Halaman 1 Lampiran PER-31/PJ/2009 diantaranya menyebutkan:
jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan 
  • biaya jabatan, serta 
  • iuran pensiun, 
  • Iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau 
  • Tunjangan Hari Tua 
yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek. 


Berapa sebenarnya yang ditanggung pengusaha (pemberi kerja)?
Kalau lihat persentase diatas maka kita bisa menjumlahkan total persentase dari upah sebulan.

  • Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), sebesar 1,74% (kelompok V)
  • Iuran Jaminan Hari Tua, sebesar 3,7%
  • Premi Jaminan Kematian (JK) sebesar 0,3% 
  • Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) sebesar 6% (sudah berkeluarga)
Total yang ditanggung pengusaha 11,74% dari upah sebulan. 




Karena premi yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan, maka atas premi ini tentu wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja. Artinya persentasenya akan berkurang sebesar 11,74% dikurangi PPh Pasal 21. Padahal jumlah yang harus diterima oleh PT Jamsostek tidak boleh berkurang dari 11,74%. Bagaimana solusinya? PPh Pasal 21 ditanggung pemberi kerja dengan metode gross-up. PPh Pasal 21 yang ditanggung tersebut harusnya termasuk PPh Pasal 21 atas premi Jamsostek yang ditanggung oleh pengusaha.


Note : 

  • Untuk jaminan yang berkaitan dengan pensiun (iuran pensiun, JHT, dsj) dikeluarkan dari penghasilan bruto, karena pemotongan PPh 21 nya nanti pas diberikan dalam bentuk uang pensiun. (tetap bisa dibiayakan oleh perusahaan)
  • Untuk jaminan selain dari itu, masuk ke penghasilan bruto pegawai (supaya bisa dibiayakan oleh perusahaan).

PERHITUNGAN, JURNAL PPH 21, TAMPILAN SPT PPH 21 (Bonus / THR)

PPh 21

PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh.

Hendra, status sudah menikah dengan 2 orang anak, bekerja pada PT. G Brother, memperoleh Gaji Pokok Rp 9,000,000,- setiap bulannya. PT. G Brother, Cemerlang mengikut sertakan Hendra masuk asuransi (JAMSOSTEK), untuk itu PT. G Brother, membayar :

Premi Jaminan Hari Tua (JHT) = 3.7% dari Gaji PokokPremi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) = 1,74% dari Gaji Pokok Premi Jaminan Kematian (JK) = 0.30% dari Gaji Pokok

Hendry menanggung :Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) = 0.2% dari Gaji Pokok

PT. G Brother juga mengikut sertakan Hendra ke dalama program pensiun, untuk itu perusahaan membayar premi pensiun untuk Hendra sebesar Rp 150,000 setiap bulannya, sedangkan Hendra juga harus membayar Rp 100,000 setiap bulannya yang langsung dipotongkan dari Gajinya. Setiap tanggal 31 Desember PT. G Brother membagikan Bonus sebesar 1 x (satu kali) Gaji Pokok, untuk itu di bulan Desember ini, disamping menerima Gaji, Hendra juga menerima Bonus. PT. G Brother Cemerlang masih memberikan Tunjangan Pajak sebesar keseluruhan dari PPh 21 kepada Hendra (gross up)



.